Thursday, March 12, 2020

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM


Konsep adalah kata tunggal bisa dinyatakan dengan Bahasa apapun. Konsep bisa dinyatakan dengan hund  dalam Bahasa Jerman chien dalam Bahasa Prancis dan Perro dalam Bahasa Spanyol. Konsep dapat didefinisakan dalam suatu gagasan atau ide yang relative sempurna dan bermakna sedangkan dari pengertian yang lain konsep adalah rancangan atau ide atau peristiwa yang diabstrakan dari peristiwa kongkret, atau apapun yang diluar sana bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Dengan demikian konsep merupakan suatu peta perencanaan untuk masa depan sehingga bisa dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan segala kegiatan.[1]
Konsep adalah suatu medium yang menghubungkan subjek yang akan diketahui dengan yang diketahui, dari sisi subjek konsep dapat diartikan sebagai kegiatan pikiran untuk merumuskan suatu hal atau masalah, sedangkan dilihat dari sisi objek konsep itu sendiri dapat diartikan sebagai isi dari kegiatan tersebut, arti, atau makna yang akan dicapai dalam menyelasaikan suatu hal atau masalah. Konsep dia pakai untuk mendeskripsikan dunia empiris yang diamati oleh peneliti baik berupa benda maupun gejala sosial tertentu yang sifatnya abstrak.[2]
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term al-tarbiyah, al-ta’lim dan al-ta’dib. Dari ketiga istilah tersebut term yang populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam adalah term al-tarbiyah. Sedangkan term al-ta’dib dan al-ta’lim jarang digunakan.[3] Berikut penulis akan menjelaskan mengenai tiga kosa kata tersebut:
1.     Al-Tarbiyah[4]
Kata al-Tarbiyah dalam bahasa Arab, Rabba, yarbu, tarbiyah: memiliki makna “tumbuh” “berkembang”, tumbuh (nasya’a) dan menjadi besar atau dewasa (tara’ra’a). Artinya, pendidikan (tarbiyah) merupakan usaha untuk menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual.Qurtubi seperti yang dikutip oleh sahrodi mengatakan bahwa "Rabb" merupakan suatu gambaran yang diberikan kepada suatu perbandingan antara Allah sebagai pendidik dan manusia sebagai peserta didik. Allah mengetahui dengan baik kebutuhan-kebutuhan mereka yang dididik, sebab ia adalah pencipta mereka. Disamping itu pemeliharaan Allah tidak terbatas pada kelompok tertentu.Ia memperhatikan segala ciptaan-Nya. Karena itulah Ia disebut Rabb al-'Alamin.[5]
Tarbiyah dapat juga diartikan dengan "proses transformasi ilmu pengetahuan dari pendidik (rabbani) kepada peserta didik agar ia memiliki sikap dan semangat yang tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya, sehingga terbentuk ketakwaan, budi pekerti, dan kepribadian yang luhur".[6]
Jadi “tarbiyah” dimaksudkan sebagai proses pendidikan. Namun makna pendidikan (tarbiyah) dalam Alquran tidak terbatas pada aspek kognitif berupa pengetahuan untuk selalu berbuat baik kepada orang tua akan tetapi pendidikan juga meliputi aspek afektif yang direalisasikan sebagai apresiasi atau sikap respek terhadap keduanya dengan cara menghormati mereka. Lebih dari itu konsep tarbiyah bisa juga sebagai tindakan untuk berbakti bahkan sampai kepedulian untuk mendoakannya supaya mereka mendapatkan rahmat dari Allah Yang Maha Kuasa.Selain mendidik, mengasuh juga hendak memberikan perlindungan dan rasa aman. Jadi term tarbiyah dalam Alquran tidak sekedar merupakan upaya pendidikan pada umumnya term itu menembus aspek etika religius.
2.   Al-Ta’lim
Al-Ta'lim merupakan kata benda buatan (mashdar) yang berasal dari akar kata 'allama. Istilah tarbiyah diterjemahkan dengan pendidikan, sedangkan ta'lim diterjemahkan dengan pengajaran.[7]Jadi, kata ta’lim/’allama ditujukan sebagai proses pengajaran, pemberian informasi dan pengetahuan kepada peserta didik.
3.   Al-Ta’dib
Istilah ta’dib berasal dari akar kata addaba, yuaddibu, ta’diiban yang mempunyai arti antara lain: membuatkan makanan, melatih akhlak yang baik, sopan santun, dan tata cara pelaksanaan sesuatu yang baik. Kata addaba yang merupakan asal kata dari ta’dib disebut juga muallim, yang merupakan sebutan orang yang mendidik dan mengajar anak yang sedang tumbuh dan berkembang.[8]
Ta'dib lazimnya diterjemahkan dengan pendidikan sopan santun.Ta'dib yang seakar dengan adab memiliki arti pendidikan, peradaban atau kebudayaan.Artinya orang yang berpendidikan adalah orang yang berperadaban, sebaliknya, peradaban yang berkualitas dapat diraih melalui pendidikan.[9]Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
عنانسابنمالكقال: قالرسول الله صل الله عليه وسلم: أكر موا أو لدكم وأحسنوا أدبهم.
    Artinya :
“Dari Anas bin Malik berkata: Rasulullah saw bersabda:  
Muliakanlah anak-anakmu dan baguskanlah akhlak mereka”.[10]

Mengenai pengertian pendidikan Islam secara umum, para ahli pendidikan Islam memberikan batasan yang sangat bervariatif. Diantaranya adalah:
Akhmad Sudrajat menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah  merupakan suatu filsafat pendidikan yang berangkat dari pemikiran bahwa pada dasarnya seorang individu dapat menemukan identitas, makna dan tujuan hidup melalui hubungannya dengan masyarakat, lingkungan alam, dan nilai-nilai kemanusiaan seperti kasih sayang dan perdamaian.[11]
Muhammad Fadhil al-jamaly: mendefinisikan pendidikan Islam sebagai upaya mengembangkan mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan maupun perbuatannya.[12]
Dari pendapat tersebut diatas dapat disarikan bahwa, dalam konsep pendidikan Islam adalah, manusia dibina sebagai sebuah entitas utuh. Manusia memiliki akal pikiran sehingga dibina intelektualitasnya, memiliki tubuh sehingga dibina raganya, memiliki hati dan ruhani sehingga dibina spiritualitas kerohaniannya. Pendidikan Islam menekankan pembentukan manusia secara keseluruhan dengan memerhatikan itu semua. Berdasarkan teori yang dikemukakan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa, Pendidikan islam adalah cara berfikir secara keseluruhan, menyeluruh, dan secara luas dan bersifat mampu menerima dengan baik. Jadi pada intinya, pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk mewujudkan muslim yang sempurna. Pendidikan islam juga dapat disarikan sebagai suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam dan pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun keperluan orang lain.
Selain pendapat sebelumnya tentang pendidikan islam, Ratna Megawangi, berpendapat bahwa pendidikan islam merupakan suatu metode pendidikan yang membangun manusia secara keseluruhan dan utuh dengan mengembangkan semua potensi manusia yang mencakup potensi sosial-emosi, potensi intelektual. Sementara itu, tujuan pendidikan islam adalah untuk membentuk manusia paripurna. Manusia paripurna adalah manusia yang mampu mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya. Potensi yang ada dalam diri manusia meliputi potensi akademik, potensi fisik, potensi sosial, potensi kreatif, potensi emosi dan potensi spiritual.[13]
Manusia yang mampu mengembangkan seluruh potensinya merupakan manusia yang paripurna, yaitu manusia pembelajar sejati yang selalu menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari sebuah sistem kehidupan yang luas, sehingga selalu ingin memberikan kontribusi positif kepada lingkungan hidupnya.[14] Tujuan pendidikan di Indonesia yang tertuang pada Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 adalah untuk membentuk manusia paripurna.[15] Manusia paripurna merupakan social capital bagi perkembangan suatu bangsa.
Berdasarkan pengertian paradigma sebelumnya dan pengertian pendidikan islam di atas dapat disimpulkan bahwa paradigma pendidikan islam adalah cara memandang pendidikan yang menyeluruh bukan merupakan bagian-bagian yang parsial, terbatas, dan kaku. Pendidikan islam yang utuh menurut Jeremy Henzell-Thomas merupakan suatu upaya membangun secara utuh dan seimbang pada setiap murid dalam seluruh aspek pembelajaran, yang mencakup spiritual, moral, imajinatif, intelektual, budaya, estetika, emosi dan fisik yang mengarahkan seluruh aspek-aspek tersebut ke arah pencapaian sebuah kesadaran tentang hubungannya dengan Tuhan yang merupakan tujuan akhir dari semua kehidupan di dunia.
Tanpa kata Islam dibelakangnya, pendidikan secara teoretis sejak dahulu sebenarnya telah menyeluruh atau utuh. Utuh dalam pengertian bahwa ia bertujuan melahirkan murid yang memiliki kecerdasan pengetahuan, emosional, dan spiritual, serta terampil.[16] Salah satunya di Indonesia, istilah pendidikan islam yang utuh atau paripurna muncul dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam peraturan tersebut, pendidikan yang utuh atau paripurna didefinisikan sebagai “cara memandang segala sesuatu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan bagian lain yang lebih luas”.[17] Hanya saja dalam praktiknya sering menyimpang terutama di sekolah/ madrasah yang tanpa kepemimpinan yang kuat dan visi yang jelas.
Sedangkan menurut Abuddin Nata bahwa, pendidikan islam adalah ilmu yang bersifat ilmiah dan sistematik yang membahas tentang ilmu pendidikan, baik yang berdasarkan konsep education academic  maupun pedagogie dengan berdasarkan nilai-nilai ajaran islam sebagai karakteristiknya, yaitu bersifat ilmiah terbuka, dinamis, berorientasi ke masa depan, seimbang, mengutamakan keunggulan, sesuai dengan perkembangan jaman, menjunjung akhlak mulia, egaliter, demokratis, bertumpu pada visi transedental, humanistic, dan ekologis.[18]
Dengan demikian, ilmu pendidikan islam bukanlah ilmu yang bersifat sekuler sebagaimana ilmu pendidikan barat, melainkan ilmu pendidikan yang memadukan antara petunjuk dari Allah, dari rasul-Nya, dan dari pemikiran manusia yang sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya itu.
Ditambahkan lagi oleh Abuddin Nata bahwa ilmu pendidikan islam bertujuan memberikan dasar-dasar teoretis, prinsip dan konsep bagi pengembangan ilmu pendidikan islam, baik yang bersifat teoretis, akademis, maupun yang bersifat praktis pargmatis. Melalui sifatnya yang teoretis akademis ini ilmu pendidikan islam memberikan dasar teroretis terhadap rumusan visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, kriteria guru yang professional, murid, pengelolaan, sarana prasarana, pembiayaan, lingkungan, institusional dan evaluasi. Sementara itu melalui sifatnya yang praktis pargmatis , ilmu pendidikan islam, memberikan arahan dan dasar-dasar bagi penyelenggara pendidikan, baik dari segi paedagogis, didaktik, maupun metodik.[19] Sementara itu dari segi ruang lingkupnya ilmu pendidikan islam mencakup dua hal, yaitu
ü Pembahasan teoretis akademis, dan prinsip tentang konsep pendidikan islam dengan berbagai aspeknya, yakni visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, dan sebagainya,
ü pembahasan praktis, pargmatis tentang pelaksanaan pendidikan, baik dari segi paedagogies, didaktik maupun metodik.
Dari apa yang telah dikemukakan oleh Abuddin Nata diatas dapat disarikan bahwa, ilmu pendidikan islam sangat bersifat terbuka menerima pengaruh dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang relevan, namun tidaklah bersifat liberal, melainkan berpedoman kepada ajaran islam yang terdapat dalam Al-Quran dan al-sunnah serta pendapat para ulama yang saleh dan mumpuni ilmunya.
Lain halnya yang dikemukakan oleh Imam Suprayogo dalam konteks pemikirannya beliau menyatakan bahwa konsep pendidikan islam adalah konsep pendidikan yang menggunakan pendekatan profetik secara utuh yaitu, selain mengembangkan nalar para siswa namun juga mengembangkan potensi hati yang dilakukan dengan cara banyak berzikir, atau ingat Allah, melakukan kegiatan ritual, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Nabi Muhammad saw selalu konsisten menjalankan shalat lima waktu berjamaah di masjid. Cara ini adalah sekaligus melakukan bimbingan dan tauladan secara nyata terhadap umatnya ketika itu. Nabi Muhammad saw tidak saja memerintahkan agar umatnya shalat, melainkan dirinya memberikan tauladan secara nyata.[20]
Berangkat dari konsep tersebut diatas, maka pendidikan Islam dengan pendekatan profetik, bisa dilakukan dengan tiga hal yaitu,
ü Siswa didekatkan pada kitab suci,
ü siswa didekatkan pada tempat ibadah,
ü siswa didekatkan pada para ulama’nya.
Cara ini sebenarnya tidak sulit dilakukan dan bahkan juga pada evaluasi atau pengukurannya.[21] Selain itu implementasi pendekatan profetik untuk pendidikan islam yang diperlukan adalah mengubah mindset bagi semua pihak. Para pimpinan pemdidikan harus mampu menjadi pelaksana pendidikan yang sebenarnya, sebagaimana para Nabi atau Rasul menjalankan tugas-tugasnya. Mereka harus sadar bahwa tatkala dirinya sebagai seorang guru atau pendidik, maka perannya tak ubahnya sebagaimana seorang rasul, yaitu sebagai uswatun hasanah tatkala sedang dimana saja.


[1]W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), Cet-1, h. 456.
[2]J. Sudarminta, Epistemologi Dasar (Yogyakarta; Kanisius2002), h. 87.
[3]Abdul Halim, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoris dan Praktis (Jakarta: Ciputat Pers, 2002) , h. 25.
[4]Tarbiyah merupakan masdar dari “Rabba”, pengajaran (ta’lim), pendidikan dan pengajaran (tarbiyahwata’lim), pendidikan Islam (tarbiyahIslamiyah).Pengartian ini berbeda dengan Naquib Al Attas, seorang pemikir pendidikan asal negeri Jiran.Ia mendefinisikan pengertian pendidikan Islam dengan mempertentangkan peristilahan “Tarbiyah”, “Ta’lim”, dan “Ta’dib”.Naquib Al-Atas merujuk makna pendidikan dari konsep ta’dib, yang mengacu pada kata adab dan variatifnya. Berangkat dari pemikiran tersebut ia merumuskan definisi mendidik adalah membentuk manusia dalam menempatkan posisinya yang sesuai dengan susunan masyarakat, bertingkah laku secara proposional dan cocok dengan ilmu serta teknologi yang dikuasainya. Menurut Naquib Al- Atas selanjutnya, bahwa pendidikan Islam lebih cepat berorientasi pada ta’dib.Sedangkan tarbiyah dalam pandangannya mencakup obyek yang lebih luas, bukan saja terbatas pada pendidikan manusia tetapi juga meliputi dunia hewan. Sedangkan ta’dib hanya mencakup pengertian pendidikan untuk manusia Baca Ideologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris, karangan Dr. Achmadi,(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), h. 26.
[5]JamaliSahrodi, Membedah Nalar Pendidikan Islam, Pengantar Ke Arah Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group, 2005), h. 42.
[6]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2006), h. 13.
[7]Musthofa Rahman, Pendidikan Islam dalam Perspektif Alquran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 60.
[8]Munardji, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: PT Bina Ilmu, 2004), h.4-5
[9]Rahman, Pendidikan Islam dalam Perspektif Alquran.., h.17.
[10]Abu ‘Abd Allalh Muhammad bin Yazid al-Qazwiny Ibn Majah, Sunan Ibn Majah (Riyad: Maktabah al-Ma’arif, T.Th), Pdf
[11]AkhmadSudrajat, “Pendidikan Holistik”, dalam www.akhmadsudrajat.wordpress.com diakses tanggal 20 Mei 2016.
[12]Muhammad Fadhil Al-Jamaly, Nahwa Tarbiyat Mukminat (t.tt, 1977), h. 3
[13]Ratna Megawangi, Pendidikan Islam Holistik, (Cimanggis: Indonesia Heritage Foundation, 2005), h. 6-7.
[14]Ibid.,h. 8.
[15]Ibid.,h. 9.
[16]Jejen Musfah, “Membumikan Pendidikan Holistik”, dalam Jejen Musfah (eds.), Pendidikan Holistik Pendekatan Lintas Perspektif, (Jakarta: Kencana, 2012), h.5. 
[17]Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
[18]AbuddinNata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010), Cet. Ke-2, h. 23.
[19]AbuddinNata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010), Cet. Ke-2, h. 24.

[20]Imam Suprayogo, Pengembangan Pendidikan Karakter (Malang : UIN-Maliki Press, 2013), h. xvi-xvii.
[21]Imam Suprayogo, Pengembangan Pendidikan Karakter (Malang : UIN-Maliki Press, 2013), h. xvii.