Konsep adalah kata tunggal bisa dinyatakan dengan Bahasa apapun. Konsep bisa dinyatakan dengan hund dalam Bahasa Jerman chien dalam Bahasa Prancis dan Perro dalam Bahasa Spanyol. Konsep dapat didefinisakan dalam suatu gagasan atau ide yang relative sempurna dan bermakna sedangkan dari pengertian yang lain konsep adalah rancangan atau ide atau peristiwa yang diabstrakan dari peristiwa kongkret, atau apapun yang diluar sana bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Dengan demikian konsep merupakan suatu peta perencanaan untuk masa depan sehingga bisa dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan segala kegiatan.[1]
Konsep adalah suatu medium yang
menghubungkan subjek yang akan diketahui dengan yang diketahui, dari sisi
subjek konsep dapat diartikan sebagai kegiatan pikiran untuk merumuskan suatu
hal atau masalah, sedangkan dilihat dari sisi objek konsep itu sendiri dapat
diartikan sebagai isi dari kegiatan tersebut, arti, atau makna yang akan
dicapai dalam menyelasaikan suatu hal atau masalah. Konsep dia pakai untuk
mendeskripsikan dunia empiris yang diamati oleh peneliti baik berupa benda
maupun gejala sosial tertentu yang sifatnya abstrak.[2]
Istilah pendidikan dalam
konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term al-tarbiyah, al-ta’lim
dan al-ta’dib. Dari ketiga istilah tersebut term yang populer digunakan
dalam praktek pendidikan Islam adalah term al-tarbiyah. Sedangkan term
al-ta’dib dan al-ta’lim jarang digunakan.[3] Berikut
penulis akan menjelaskan mengenai tiga kosa kata tersebut:
Kata
al-Tarbiyah dalam bahasa Arab, Rabba, yarbu, tarbiyah:
memiliki makna “tumbuh” “berkembang”, tumbuh (nasya’a) dan menjadi besar
atau dewasa (tara’ra’a). Artinya, pendidikan (tarbiyah) merupakan usaha
untuk menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis,
sosial, maupun spiritual.Qurtubi seperti yang dikutip oleh sahrodi mengatakan
bahwa "Rabb" merupakan suatu gambaran yang diberikan kepada
suatu perbandingan antara Allah sebagai pendidik dan manusia sebagai peserta
didik. Allah mengetahui dengan baik kebutuhan-kebutuhan mereka yang dididik,
sebab ia adalah pencipta mereka. Disamping itu pemeliharaan Allah tidak
terbatas pada kelompok tertentu.Ia memperhatikan segala ciptaan-Nya. Karena
itulah Ia disebut Rabb al-'Alamin.[5]
Tarbiyah dapat juga diartikan
dengan "proses transformasi ilmu pengetahuan dari pendidik (rabbani)
kepada peserta didik agar ia memiliki sikap dan semangat yang tinggi dalam
memahami dan menyadari kehidupannya, sehingga terbentuk ketakwaan, budi
pekerti, dan kepribadian yang luhur".[6]
Jadi “tarbiyah”
dimaksudkan sebagai proses pendidikan. Namun makna pendidikan (tarbiyah) dalam
Alquran tidak terbatas pada aspek kognitif berupa pengetahuan untuk selalu
berbuat baik kepada orang tua akan tetapi pendidikan juga meliputi aspek
afektif yang direalisasikan sebagai apresiasi atau sikap respek terhadap
keduanya dengan cara menghormati mereka. Lebih dari itu konsep tarbiyah bisa
juga sebagai tindakan untuk berbakti bahkan sampai kepedulian untuk
mendoakannya supaya mereka mendapatkan rahmat dari Allah Yang Maha Kuasa.Selain
mendidik, mengasuh juga hendak memberikan perlindungan dan rasa aman. Jadi term
tarbiyah dalam Alquran tidak sekedar merupakan upaya pendidikan pada umumnya term
itu menembus aspek etika religius.
2.
Al-Ta’lim
Al-Ta'lim
merupakan kata benda buatan (mashdar) yang berasal dari akar kata 'allama. Istilah
tarbiyah diterjemahkan dengan pendidikan, sedangkan ta'lim diterjemahkan
dengan pengajaran.[7]Jadi,
kata ta’lim/’allama ditujukan sebagai proses pengajaran, pemberian
informasi dan pengetahuan kepada peserta didik.
3.
Al-Ta’dib
Istilah ta’dib
berasal dari akar kata addaba, yuaddibu, ta’diiban yang mempunyai arti
antara lain: membuatkan makanan, melatih akhlak yang baik, sopan santun, dan
tata cara pelaksanaan sesuatu yang baik. Kata addaba yang merupakan asal
kata dari ta’dib disebut juga muallim, yang merupakan sebutan
orang yang mendidik dan mengajar anak yang sedang tumbuh dan berkembang.[8]
Ta'dib
lazimnya diterjemahkan dengan pendidikan sopan santun.Ta'dib yang seakar
dengan adab memiliki arti pendidikan, peradaban atau kebudayaan.Artinya orang
yang berpendidikan adalah orang yang berperadaban, sebaliknya, peradaban yang
berkualitas dapat diraih melalui pendidikan.[9]Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
عنانسابنمالكقال: قالرسول الله صل الله
عليه وسلم: أكر موا أو
لدكم وأحسنوا أدبهم.
Artinya :
“Dari Anas bin Malik berkata:
Rasulullah saw bersabda:
Muliakanlah
anak-anakmu dan baguskanlah akhlak mereka”.[10]
Mengenai
pengertian pendidikan Islam secara umum, para ahli pendidikan Islam memberikan
batasan yang sangat bervariatif. Diantaranya adalah:
Akhmad
Sudrajat menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah merupakan suatu filsafat pendidikan yang
berangkat dari pemikiran bahwa pada dasarnya seorang individu dapat menemukan
identitas, makna dan tujuan hidup melalui hubungannya dengan masyarakat,
lingkungan alam, dan nilai-nilai kemanusiaan seperti kasih sayang dan perdamaian.[11]
Muhammad
Fadhil al-jamaly: mendefinisikan pendidikan Islam sebagai upaya mengembangkan
mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan
nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut
diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang sempurna, baik yang
berkaitan dengan potensi akal, perasaan maupun perbuatannya.[12]
Dari
pendapat tersebut diatas dapat disarikan bahwa, dalam
konsep pendidikan Islam adalah, manusia dibina sebagai sebuah entitas utuh.
Manusia memiliki akal pikiran sehingga dibina intelektualitasnya, memiliki
tubuh sehingga dibina raganya, memiliki hati dan ruhani sehingga dibina
spiritualitas kerohaniannya. Pendidikan Islam menekankan pembentukan manusia
secara keseluruhan dengan memerhatikan itu semua. Berdasarkan teori yang
dikemukakan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa, Pendidikan islam adalah
cara berfikir secara keseluruhan, menyeluruh, dan secara luas dan bersifat
mampu menerima dengan baik. Jadi pada intinya, pendidikan Islam adalah
pendidikan yang bertujuan untuk mewujudkan muslim yang sempurna. Pendidikan
islam juga dapat disarikan sebagai suatu sistem yang memungkinkan seseorang
(peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam dan
pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang
akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun
keperluan orang lain.
Selain
pendapat sebelumnya tentang pendidikan islam, Ratna Megawangi, berpendapat
bahwa pendidikan islam merupakan suatu metode pendidikan yang membangun manusia
secara keseluruhan dan utuh dengan mengembangkan semua potensi manusia yang
mencakup potensi sosial-emosi, potensi intelektual. Sementara itu, tujuan
pendidikan islam adalah untuk membentuk manusia paripurna. Manusia paripurna
adalah manusia yang mampu mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.
Potensi yang ada dalam diri manusia meliputi potensi akademik, potensi fisik,
potensi sosial, potensi kreatif, potensi emosi dan potensi spiritual.[13]
Manusia
yang mampu mengembangkan seluruh potensinya merupakan manusia yang paripurna,
yaitu manusia pembelajar sejati yang selalu menyadari bahwa dirinya adalah
bagian dari sebuah sistem kehidupan yang luas, sehingga selalu ingin memberikan
kontribusi positif kepada lingkungan hidupnya.[14] Tujuan
pendidikan di Indonesia yang tertuang pada Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 20 tahun 2003 adalah untuk membentuk manusia paripurna.[15] Manusia
paripurna merupakan social capital bagi perkembangan suatu bangsa.
Berdasarkan pengertian
paradigma sebelumnya dan pengertian pendidikan islam di atas dapat disimpulkan
bahwa paradigma pendidikan islam adalah cara memandang pendidikan yang
menyeluruh bukan merupakan bagian-bagian yang parsial, terbatas, dan kaku.
Pendidikan islam yang utuh menurut Jeremy Henzell-Thomas merupakan suatu upaya
membangun secara utuh dan seimbang pada setiap murid dalam seluruh aspek
pembelajaran, yang mencakup spiritual, moral, imajinatif, intelektual, budaya,
estetika, emosi dan fisik yang mengarahkan seluruh aspek-aspek tersebut ke arah
pencapaian sebuah kesadaran tentang hubungannya dengan Tuhan yang merupakan
tujuan akhir dari semua kehidupan di dunia.
Tanpa
kata Islam dibelakangnya, pendidikan secara teoretis sejak dahulu sebenarnya
telah menyeluruh atau utuh. Utuh dalam pengertian bahwa ia bertujuan melahirkan
murid yang memiliki kecerdasan pengetahuan, emosional, dan spiritual, serta
terampil.[16]
Salah satunya di Indonesia, istilah pendidikan islam yang utuh atau paripurna
muncul dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41
Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dalam peraturan tersebut, pendidikan yang utuh atau paripurna didefinisikan
sebagai “cara memandang segala sesuatu sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dengan bagian lain yang lebih luas”.[17] Hanya saja dalam praktiknya
sering menyimpang terutama di sekolah/ madrasah yang tanpa kepemimpinan yang
kuat dan visi yang jelas.
Sedangkan
menurut Abuddin Nata bahwa, pendidikan islam adalah ilmu yang bersifat ilmiah
dan sistematik yang membahas tentang ilmu pendidikan, baik yang berdasarkan
konsep education academic maupun pedagogie
dengan berdasarkan nilai-nilai ajaran islam sebagai karakteristiknya, yaitu
bersifat ilmiah terbuka, dinamis, berorientasi ke masa depan, seimbang,
mengutamakan keunggulan, sesuai dengan perkembangan jaman, menjunjung akhlak
mulia, egaliter, demokratis, bertumpu pada visi transedental, humanistic, dan
ekologis.[18]
Dengan
demikian, ilmu pendidikan islam bukanlah ilmu yang bersifat sekuler sebagaimana
ilmu pendidikan barat, melainkan ilmu pendidikan yang memadukan antara petunjuk
dari Allah, dari rasul-Nya, dan dari pemikiran manusia yang sesuai dengan
petunjuk Allah dan Rasul-Nya itu.
Ditambahkan
lagi oleh Abuddin Nata bahwa ilmu pendidikan islam bertujuan memberikan
dasar-dasar teoretis, prinsip dan konsep bagi pengembangan ilmu pendidikan
islam, baik yang bersifat teoretis, akademis, maupun yang bersifat praktis
pargmatis. Melalui sifatnya yang teoretis akademis ini ilmu pendidikan islam
memberikan dasar teroretis terhadap rumusan visi, misi, tujuan, kurikulum,
proses belajar mengajar, kriteria guru yang professional, murid, pengelolaan,
sarana prasarana, pembiayaan, lingkungan, institusional dan evaluasi. Sementara
itu melalui sifatnya yang praktis pargmatis , ilmu pendidikan islam, memberikan
arahan dan dasar-dasar bagi penyelenggara pendidikan, baik dari segi
paedagogis, didaktik, maupun metodik.[19]
Sementara itu dari segi ruang lingkupnya ilmu pendidikan islam mencakup dua
hal, yaitu
ü Pembahasan teoretis akademis, dan prinsip
tentang konsep pendidikan islam dengan berbagai aspeknya, yakni visi, misi,
tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, dan sebagainya,
ü pembahasan praktis, pargmatis tentang
pelaksanaan pendidikan, baik dari segi paedagogies, didaktik maupun metodik.
Dari apa
yang telah dikemukakan oleh Abuddin Nata diatas dapat disarikan bahwa, ilmu
pendidikan islam sangat bersifat terbuka menerima pengaruh dari berbagai
disiplin ilmu pengetahuan yang relevan, namun tidaklah bersifat liberal,
melainkan berpedoman kepada ajaran islam yang terdapat dalam Al-Quran dan
al-sunnah serta pendapat para ulama yang saleh dan mumpuni ilmunya.
Lain
halnya yang dikemukakan oleh Imam Suprayogo dalam konteks pemikirannya beliau
menyatakan bahwa konsep pendidikan islam adalah konsep pendidikan yang
menggunakan pendekatan profetik secara utuh yaitu, selain mengembangkan
nalar para siswa namun juga mengembangkan potensi hati yang dilakukan dengan cara
banyak berzikir, atau ingat Allah, melakukan kegiatan ritual, baik secara
sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Nabi Muhammad saw selalu konsisten
menjalankan shalat lima waktu berjamaah di masjid. Cara ini adalah sekaligus
melakukan bimbingan dan tauladan secara nyata terhadap umatnya ketika itu. Nabi
Muhammad saw tidak saja memerintahkan agar umatnya shalat, melainkan dirinya
memberikan tauladan secara nyata.[20]
Berangkat
dari konsep tersebut diatas, maka pendidikan Islam dengan pendekatan profetik,
bisa dilakukan dengan tiga hal yaitu,
ü Siswa didekatkan pada kitab suci,
ü siswa didekatkan pada tempat ibadah,
ü siswa didekatkan pada para ulama’nya.
Cara ini
sebenarnya tidak sulit dilakukan dan bahkan juga pada evaluasi atau
pengukurannya.[21]
Selain itu implementasi pendekatan profetik untuk pendidikan islam yang
diperlukan adalah mengubah mindset bagi semua pihak. Para pimpinan pemdidikan
harus mampu menjadi pelaksana pendidikan yang sebenarnya, sebagaimana para Nabi
atau Rasul menjalankan tugas-tugasnya. Mereka
harus sadar bahwa tatkala dirinya sebagai seorang guru atau pendidik, maka
perannya tak ubahnya sebagaimana seorang rasul, yaitu sebagai uswatun hasanah tatkala
sedang dimana saja.
[1]W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), Cet-1, h. 456.
[2]J. Sudarminta, Epistemologi Dasar (Yogyakarta; Kanisius2002), h.
87.
[3]Abdul Halim, Filsafat Pendidikan Islam:
Pendekatan Historis, Teoris dan Praktis (Jakarta: Ciputat Pers, 2002) , h.
25.
[4]Tarbiyah merupakan masdar dari “Rabba”,
pengajaran (ta’lim), pendidikan dan pengajaran (tarbiyahwata’lim),
pendidikan Islam (tarbiyahIslamiyah).Pengartian ini berbeda dengan Naquib Al
Attas, seorang pemikir pendidikan asal negeri Jiran.Ia mendefinisikan
pengertian pendidikan Islam dengan mempertentangkan peristilahan “Tarbiyah”,
“Ta’lim”, dan “Ta’dib”.Naquib Al-Atas merujuk makna pendidikan
dari konsep ta’dib, yang mengacu pada kata adab dan variatifnya. Berangkat dari pemikiran tersebut ia
merumuskan definisi mendidik adalah membentuk manusia dalam menempatkan
posisinya yang sesuai dengan susunan masyarakat, bertingkah laku secara
proposional dan cocok dengan ilmu serta teknologi yang dikuasainya. Menurut
Naquib Al- Atas selanjutnya, bahwa pendidikan Islam lebih cepat berorientasi
pada ta’dib.Sedangkan tarbiyah dalam pandangannya mencakup obyek yang lebih
luas, bukan saja terbatas pada pendidikan manusia tetapi juga meliputi dunia
hewan. Sedangkan ta’dib hanya mencakup pengertian pendidikan untuk manusia Baca
Ideologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris, karangan Dr.
Achmadi,(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), h. 26.
[5]JamaliSahrodi, Membedah Nalar Pendidikan Islam, Pengantar Ke Arah
Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group, 2005), h. 42.
[6]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:
Kencana, 2006), h. 13.
[7]Musthofa Rahman, Pendidikan Islam dalam Perspektif Alquran
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 60.
[8]Munardji, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: PT Bina Ilmu, 2004),
h.4-5
[9]Rahman, Pendidikan Islam dalam Perspektif Alquran.., h.17.
[10]Abu ‘Abd Allalh Muhammad bin Yazid al-Qazwiny Ibn Majah, Sunan Ibn Majah
(Riyad: Maktabah al-Ma’arif, T.Th), Pdf
[11]AkhmadSudrajat, “Pendidikan Holistik”, dalam www.akhmadsudrajat.wordpress.com diakses tanggal 20 Mei 2016.
[12]Muhammad Fadhil Al-Jamaly, Nahwa Tarbiyat Mukminat (t.tt, 1977),
h. 3
[13]Ratna Megawangi, Pendidikan Islam Holistik, (Cimanggis: Indonesia
Heritage Foundation, 2005), h. 6-7.
[16]Jejen Musfah, “Membumikan Pendidikan Holistik”, dalam Jejen Musfah
(eds.), Pendidikan Holistik Pendekatan Lintas Perspektif, (Jakarta:
Kencana, 2012), h.5.
[17]Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
[18]AbuddinNata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner
(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010), Cet. Ke-2, h. 23.
[19]AbuddinNata, Ilmu Pendidikan Islam dengan
Pendekatan Multidisipliner (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010), Cet.
Ke-2, h. 24.
[20]Imam Suprayogo, Pengembangan Pendidikan
Karakter (Malang : UIN-Maliki Press, 2013), h. xvi-xvii.
[21]Imam Suprayogo, Pengembangan Pendidikan
Karakter (Malang : UIN-Maliki Press, 2013), h. xvii.